raja langit

raja langit

Selasa, 01 Mei 2012

Pengadilan Jalanan Jakarta


Belum lama ramai seorang oknum anggota TNI yang mengeluarkan senjata kepada penggendara motor di seputaran Palmerah yang diungah di Youtube. Belum lama juga seorang ibu yang memarahi pengguna motor yang naik ke trotoar di bawah kolong jembatan Semanggi juga diupload di internet. Maka cerita pilu soal jalanan Jakarta ini datang dari keluarga saya sendiri.

Hery, sepupu lelaki saya kelahiran 1978, yang bekerja sebagai sales di Jakarta, bapak 1 anak dan suami dari seorang guru adalah salah satu juga pengguna motor, sebagai kendaraan yang mudah dan cepat untuk mengatasi kemacetan jalanan Jakarta.
Kejadiannya sekitar 1-2 bulan lalu, dia juga melakukan tindakan memakai trotoar sebagai jalur lewat motornya karena jalanan sudah terlalu padat. Naas terjadi, saat naik ke trotoar ada warga yang kurang senang, terjadi adu mulut dan pada akhirnya terjadilah pengeroyokan sehingga babak belur serta luka di bagian wajah dan kepala.

Karena masalah biaya, luka itupun dianggap biasa dan dianggap selesai setelah memar dan luka menghilang.
Apa yang terjadi, ternyata di bagian dalamnya ada hal lain. Selepas sembuh, kepalanya sering pusing dan sakit, dan singkat cerita sekitaran 1 Minggu yang lalu dia harus masuk ICU di rumah sakit pelabuhan. Tidak ada pengobatan apa-apa, akhirnya dia dibawa ke rumah sakit Mitra Plumbon.

Kondisinya tidaklah cukup baik. Tatapan matanya kosong, dan pada akhirnya setelah lewat 1 Minggu, semalam nyawanya tak tertolong lagi.

Sudah sekejam itukah pengadilan jalanan Jakarta bagi penggunanya???
Rest in peace Hery!

Kamis, 12 April 2012

Mother's brave hug saves son


Umur manusia tak ada yang tahu. Tak sedetikpun kita bisa menambahkannya ketika ajal menjemput.

Berlibur ke Malaka bersama keluarga adalah hal yang lumrah bagi warga Singapore, sama seperti warga Jakarta jalan-jalan ke Puncak/Bogor.

Memanfaatkan long weekend peringatan Good Friday, keluarga ibu Ping-Ping bersama kerabat melakukan itu, berangkat dari Jumat dan rencana kembali ke Singapore hari Sabtu sore.

Naas di perjalanan, hujan lebat sore itu ternyata membuat mobil yang dikendarai rekan sang suami tak mampu dikendalikan, dengan kecepatan tinggi dan jalanan licin, mobil menabrak pagar pembatas dan membuat mobil terpental, 2 penumpang yang berada di depan, sang suami dan rekannya selamat dari kematian, karena menggunakan seat belt.

Tidak demikian dengan 3 penumpang di belakang, sang anak lelaki bernama Mathias umur 14 tahun harus rela menjadi korban dengan luka dibagian kepala yang cukup parah serta kondisi yang mengenaskan dengan lidah tergigit saat jenazahnya terbaring kaku di dalam peti.

Sang ibu ternyata bereaksi sangat heroik, mengetahui kondisi yang tidak memungkinkan untuk dia bisa lolos dari maut, dalam hitungan sepersekian detik insting seorang ibu muncul, dia merelakan dirinya menjadi bemper bagi sang anak bungsu bernama Matthew umur 4 tahun, luka berat di bagian dalam tubuh membuatnya harus meregang nyawa.

Bagaimana dengan sang anak ternyata Matthew kecil hanya mengalami sedikit luka di bagian kepalanya, dia aman dalam dekapan sang ibu. Dia masih bisa senyum dan bermain game ketika kemarin kami datang melayatnya, walau sebenarnya hati kecilnya juga pahit.

Ketika kami mencoba menghiburnya, dengan bertanya; Matthew, maukah jalan-jalan ke Jakarta, dia berkata, ‘tidak, saya tidak mau berlibur lagi, karena liburan membuat ibu saya pergi selamanya.’ Mendengar kalimatnya hati ini ternyuh, tetapi takdir Tuhan tidak ada yang bisa menundanya. Biarlah orang-orang yang didekatnya senantiasa bisa menghibur dan memulihkan mentalnya.

Kisah di atas memang tragis akan tetapi ada kisah heroik dari mahluk yang bernama IBU.

Refleksi diri pemancing Cerbon

Maret 2007 menjadi saat awal saya bergabung dengan Fishy Forum yang berslogan Friends, Fun and Fishing. Hobby baru yang sebenarnya sudah pernah saya geluti sebelumnya saat masih di kampung halaman, mulai dari mancing di sungai, bekas galian, rawa sampai di pinggiran pelabuhan Cerbon.
Dimulai dengan joran dan reel murmer beli di sebuah toko yang terkenal di Pasar Pagi Kota, hanya dengan merogoh kocek ga lebih dari 100 ribu rupiah.
Hobby baru selepas saya kena razia petugas kelurahan karena memelihara merpati tinggian tanpa ijin dan lagi marak-maraknya flu burung saat itu. Mulai dech ikutan mancing harian bawal di jalan Mangga XIV Tanjung Duren tempatnya bang Rijal, bisa hampir tiap Sabtu pagi pasti standby di sana dengan berbagai menu, dari cacing merah, jangkrik, cangcilung, ulat jerman hehehe.
Sejalan dengan beriringnya waktu mulai dech empang tersebut berubah jadi empang bawal galatama, otomatis karena masih belum tahu empang2 lain maka jadilah pemancing galatama bawal, dengan menu yang khas seperti daging kepiting dikukus pakai putih telor, sampai kacang mede tumbuk.
Perlahan tetapi pasti mulai dech merambah kolam lain, kolam Petukangan 63, Taman Asri, Minapuri sampai kawah candra di muka kolam Rawa Sijen, tempat pelatihan membuat oplosan-oplosan yang mujarab. Lanjut lagi ikutan turnamen Selat Sunda dan bergabung dibawah naungan Cirebon Angler Community.
Dari situ mulai dech kenal para dedengkot empang dan laut seperti Boss Fishy, om Wong Solo, om Tosu, om Jusito, om Blowfish, bro Yuri, bro Triaz, bro Giriwil, bro Dusa Okami, om Fientje, Kang Munandar, mbah Toro, kang Mulyono, om Kakang, Kang Ito, Kang Masbei, om Tommy123, om Sigit, bro Innoth, om Bagoes, om Benggol dan sudah pasti kerabat dekat saya Gendut Jogja dan Wirasphati.
Alat-alat pun dilengkapi dari mulai reel pemberian dari sobat di Kalimantan sana sampai terakhir arsenal yang masuk perbendaharaan yaitu tackle dojo.
Jaringan mancing pun makin luas saja, bukan hanya sebatas di komunitas di sini tetapi juga temen-temen di kantor, bahkan temen-temen di kantor cabangyang ada di daerah seperti grup Jakarta, grup Bandung serta grup Serang yang memiliki kesamaan hobby.
Suasana kekerabatan dari para dedengkot dan member-member FF sangatlah kental. Memang lambat laun hal itu menurun, seiring dengan berjalannya waktu, namun hal itu rasanya memang hal biasa dalam hidup kita di muka bumi ini.
Perasaan damai, tentaram dan hommy itulah yang menjadi salah satu kunci kenapa saya susah untuk melupakan FF.
Bravo dan maju terus FF
Refleksi diri serorang pemancing Cerbon

Minggu, 19 Februari 2012

Senja Bengawan


Jumat sore bagi para sebagian penggembira kota Jakarta alias wong-wong sing podo mengadu nasib nang Jakarta adalah hari yang sangat menyenangkan bagi kehidupan mereka. Saatnya pulang kampung untuk bertemu dengan sanak keluarga nun jauh di sana. Entah numpak bus atau berkereta yang penting bisa segera berkumpul di Sabtu pagi.
Saya pun kadang kala melakukan hal tersebut demi bisa melakukan aktivitas pagi hari di kota tercinta Cirebon. Pas kebetulan karena satu dan lain hal kemarin ada keperluan mendesak, akhirnya saya putuskan coba hubungi teman yang biasa melakukan ritual mudik mingguan alias jadi pejuang PJKA (pulang Jumat kembali Ahad).
'Siang pa YAR, mau coba ngikut nang Jowo Jumat', pa YAR diseberang sana menjawab, 'OK pa, coba saya carikan dulu ya, karena mesennya sudah hari Rabu'. Ga berapa lama sudah dikabari, 'Tiketnya sudah ada ya pa', saya menjawab 'SIAP'.
Akhirnya hari yang ditunggupun tiba, Jumat sore, pulang rumah dulu dan terus makan mandi, menjelang pukul 7 malam bergerak menuju stasiun Tanah Abang, hmm first experience, berasa aneh dan agak sedikit was-was karena Tanah Abang terkenal sebagai salah satu kawasan merah di Jakarta.
Coba hubungi pa YAR yang notabene sudah berada di lokasi, akhirnya tanya sana sini suruh turun ke peron jalur 3. Ketemu juga pa YAR yang malam itu sibuk mengatur barisannya. Jadi saya dititipke ke temannya. Duduk di sepur 2 no 18c. Setelah menunggu akhirnya kereta bergerak juga dari stasiun tepat pukul 7.45. Jes, jes, jes tuit, kereta ternyata melaju dengan kecepatan tinggi dan langsung, hanya sempat tertahan di stasiun Haurgeulis.
Ada banyak hal ketika saya berada di dalamnya, suasananya seperti suasana pasar, membumi sekali, dengan orang-orang sederhana yang bisa menerima apapun kondisinya. Pedagang asongan pun hilir mudik, mencoba merayu penumpang sambil menjajakan kopi, nasi rames dan goreng, kipas, koran, ramenya suasana malam itu.
Pelajaran berharga yang bisa saya dapatkan adalah kesederhanaan hidup orang-orang tersebut. Dengan semangat menggebu mereka berusaha untuk bisa barang sejenak meluangkan waktu bersama keluarga walau harus menghabiskan waktu minimal 12 jam untuk tiba di seputaran Oslo (baca Solo).
Salut buat para pejuang PJKA. Semangatmu membuat kita terperangah, bahwa di belahan bumi sana masih ada orang-orang yang ruar biasa di tanah Indonesia tercinta ini. Di atas langit masih ada langit, tetapi alangkah bijak jika kita sesekali melihat ke bumi. Ternyata bumi itu masih indah.